Kamis, 07 Agustus 2014

Pocong di Danau Buyan - Bedugul



            Di hari Sabtu, tepatnya tanggal 19 Juli 2014, saya beserta rombongan dari crew Emvee Magazine memiliki kesempatan untuk bertamasya alam, bercamping ria, sekaligus mengadakan liputan di sebuah danau bernama Danau Buyan. Danau Buyan ini berlokasi di daerah Bedugul, tepatnya di desa Candi Kuning, Kecamatan Baturiti kabupaten Tabanan - Bali. Bedugul memang sangat cocok bagi para wisatawan yang memiliki hobi bercamping, memancing, sembari menikmati sensasi hawa pegunungan di tempat ini. Ya, Bedugul memang merupakan objek wisata Bali yang terletak di perbukitan. Cuaca di daerah ini sangat sejuk. Bahkan bila menjelang malam, suhunya akan semakin dingin. Dan, pada objek wisata ini memiliki beberapa buah danau yang menakjubkan, salah satunya adalah Danau Buyan. Tidak hanya itu, Danau Beratan yang terkenal di sini merupakan danau utama bagi objek wisata di Bedugul Bali.
                Kami dari para crew Emvee Magazine berangkat dari kota Denpasar sekitar pukul 14.45 WITA, dan sesampainya di sana sekitar pukul 16.35 sore hari. Di sana kami menyewa tenda dan beberapa perlengkapan lainnya untuk keperluan saat camping nanti. Sebelum membuat tenda di pinggiran danau, kami sepakat untuk menelusuri daerah kawasan hutan yang menghubungkan Danau Buyan 1 ke Danau Buyan 2. Banyak yang mengatakan jika Danau Buyan 2 memiliki kesan horror sehingga pengunjung jarang ada yang memasuki wilayah ini. Danau Buyan 2 merupakan tempat yang angker, entah bagaimana mitos dan cerita yang berkembang di tempat tersebut, sehingga para penjual kayu bakar sampai orang yang bertugas menyewakan tenda enggan untuk menceritakan lebih lanjut tentang keberadaan danau tersebut. Hanya salah satu dari mereka berpesan, “hati-hati ya kalau ke sana, banyak jalan yang terjal dan kami tidak bisa memasangkan tenda kalau memang ingin bercamping di Buyan 2”, tuturnya.
                Kami para crew Emvee Magazine memutuskan untuk menelusuri kawasan hutan dengan menggunakana mobil yang menghubungkan ke Danau Buyan 2 tersebut. Kurang lebih sekitar pukul 17.05 WITA, kami mulai memasuki kawasan ini. Pertama kali memasuki pintu masuk hutan, suasana memang sudah sangat berbeda, katakanlah walau masih sore hari namun hutan tersebut sudah agak sedikit gelap terlihat. Mungkin karena tertutup oleh pepohonan yang menjulang tinggi, sehingga sinar matahari sulit untuk menembusnya. Suasana yang kami rasakan juga sangat berbeda, terkesan lebih seram dan panoramanya pun angker terasa. Jalan-jalan yang kami lalui memang cukup terjal, kami harus memasuki lorong-lorong hutan dengan sangat hati-hati karena banyak jalan yang akan membuat kami bingung. Di sana juga kami dapati dua buah pura untuk persembahyangan. Tak lupa jika bertemu dengan pura tersebut, kami sempatkan untuk sembahyang.
                Kami tetap menelusuri hutan tersebut, agar bisa menemukan Danau Buyan 2 yang katanya angker itu. Kami juga tak lupa untuk memotret dan berfoto agar dapat diabadikan. Jam telah berganti, tidak terasa senja hampir memudar. Suasana di dalam hutan semakin menggelap dan tidak ada penerangan lampu jalan di dalamnya. Kami terus berusaha menemukan danau tersebut namun tak juga ditemukan. Hingga pada akhirnya kami tersasar dan terjebak dalam jalan buntu di hutan itu. Ketua regu memutuskan untuk balik arah dan di saat kami berbalik arah, hampir juga tersesat. Namun, kami tetap berfikir tenang dan sempatkan turun untuk melihat keadaan sekitar. Akhirnya jalan ditemukan dan kami dapat keluar dari rimbunan hutan angker tersebut. Jujur, kami agak sedikit kecewa karena tidak menemukan danau tersebut, namun apa daya sepertinya para makhluk astral penguasa hutan tidak berkenan jika kami melakukan perjalanan lagi. Walau jarak antara Danau Buyan 1 ke Danau Buyan 2 hanya berjarak 2 kilometer saja.
                Sesampainya di Danau Buyan 1, kami putuskan untuk memilih lokasi yang nyaman untuk bertenda. Kami memilih membuat tenda di pinggir danau. Setelah berhasil dipasang, kami nyalakan sebongkah api unggun. Suasana menjadi sangat hangat. Beberapa pengunjung pun ikut menggelar tenda namun dengan jarak yang berjauhan dengan tenda kami. Mereka bernyanyi dengan menggunakan gitar yang mereka bawa. Sungguh menambah suasana menjadi meriah. Namun, sekitar pukul 20.25 WITA, saya mengalami kejadian yang cukup misterius. Di saat para crew sedang asyik membakar kayu bakar, saya duduk dikursi depan di dalam mobil seorang diri. Walau keadaan pintu mobil dibiarkan terbuka dan saya menyetel lagu-lagu di dalam tape mobil, anehnya suasana seketika merinding. Atmosfer yang saya rasakan sangat berbeda dari sebelumnya. Saya berusaha untuk menetralisir kegundahan saya. Namun, bulu kuduk saya semakin merinding ketika saya menoleh ke belakang mobil dan mendapati sesosok pocong yang sedang duduk di kursi tengah mobil. Saya tidak dapat berkata apa-apa. Tidak bisa berteriak, tidak bisa menjerit, hanya membisu seribu bahasa. Hal yang saya alami pun, untuk sementara tidak saya ceritakan dulu pada crew.  
Malam demi malam, kami lalui. Namun, pada kenyataan malam pun semakin dingin. Kayu bakar yang kami beli dari seorang ibu penjual kayu bakar akhirnya semakin habis. Sayangnya, kami membeli kayu bakar tidak terlalu banyak, hanya dua bongkah kayu bakar saja yang kami beli. Jam demi jam berlalu, dan suasana malam semakin dingin, suhu di sana semakin dingin terasa bagaikan sebongkah es di kutub selatan. Karena malam telah larut, kami putuskan untuk tidur. Saya melihat jam telah menunjukan pukul 23.30 WITA. Namun, mata belum dapat terpejam. Kejadian melihat sosok pocong beberapa jam lalu di dalam mobil masih teringang di benak saya.
Beberapa crew yang lain sudah ada yang tertidur walau tidak senyeyak tidur di rumah mereka masing-masing, namun mereka tetap berusaha untuk memejamkan mata. Saya hanya mendengarkan musik dan menonton video MOTOGP di dalam tablet android yang saya bawa, akan tetapi suara dari tablet saya membuat para crew yang lain menjadi terusik sehingga saya putuskan untuk mematikan tablet saya. Saya paksakan untuk tidur, namun suara-suara seperti lolongan anjing dari kejauhan dan suara kelelawar yang berterbangan ditambah lagi suara burung hantu yang mengerikan cukup menganggu tidur saya. Sempat pula dibuat merinding karena nuansa horror namun pada akhirnya saya dapat tertidur juga.
                Tidak terasa fajar pun mulai menyapa dunia. Akhirnya pagi menjelang. Dalam hati, saya pun dapat bernapas lega karena telah melalui atmosfer malam yang cukup mencekam. Sebelum pulang, kita sempatkan untuk berfoto dan memotret suasana pagi yang indah di Danau Buyan. Kami sangat terpukau akan keindahan danau bagaikan lukisan alam tanpa batas. Walau pagi masih terasa dingin, kami masih tetap antusias untuk tetap memotret dan mengabadikan seluruh keindahan alam yang tersaji di danau tersebut. Secangkir kopi hangat yang kami beli di sekitar warung makan kawasan danau dapat menambah enerji pada tubuh kami. Tepat pukul 09.00 WITA, akhirnya kami putuskan untuk berpisah dan meninggalkan sejuta keindahan di danau ini. Sungguh bercamping ria kali ini adalah pengalaman yang tidak akan pernah terlupakan. (Athalia)
               

Tidak ada komentar:

Posting Komentar