Di hari Sabtu, tepatnya tanggal 19 Juli 2014, saya beserta
rombongan dari crew Emvee Magazine memiliki kesempatan untuk bertamasya alam,
bercamping ria, sekaligus mengadakan liputan di sebuah danau bernama Danau
Buyan. Danau Buyan ini berlokasi di daerah Bedugul, tepatnya di desa Candi
Kuning, Kecamatan Baturiti kabupaten Tabanan - Bali. Bedugul memang sangat
cocok bagi para wisatawan yang memiliki hobi bercamping, memancing, sembari
menikmati sensasi hawa pegunungan di tempat ini. Ya, Bedugul memang merupakan
objek wisata Bali yang terletak di perbukitan. Cuaca di daerah ini sangat
sejuk. Bahkan bila menjelang malam, suhunya akan semakin dingin. Dan, pada
objek wisata ini memiliki beberapa buah danau yang menakjubkan, salah satunya
adalah Danau Buyan. Tidak hanya itu, Danau Beratan yang terkenal di sini
merupakan danau utama bagi objek wisata di Bedugul Bali.
Kami dari para crew Emvee
Magazine berangkat dari kota Denpasar sekitar pukul 14.45 WITA, dan sesampainya
di sana sekitar pukul 16.35 sore hari. Di sana kami menyewa tenda dan beberapa
perlengkapan lainnya untuk keperluan saat camping nanti. Sebelum membuat tenda
di pinggiran danau, kami sepakat untuk menelusuri daerah kawasan hutan yang
menghubungkan Danau Buyan 1 ke Danau Buyan 2. Banyak yang mengatakan jika Danau
Buyan 2 memiliki kesan horror sehingga pengunjung jarang ada yang memasuki
wilayah ini. Danau Buyan 2 merupakan tempat yang angker, entah bagaimana mitos
dan cerita yang berkembang di tempat tersebut, sehingga para penjual kayu bakar
sampai orang yang bertugas menyewakan tenda enggan untuk menceritakan lebih lanjut
tentang keberadaan danau tersebut. Hanya salah satu dari mereka berpesan,
“hati-hati ya kalau ke sana, banyak jalan yang terjal dan kami tidak bisa memasangkan
tenda kalau memang ingin bercamping di Buyan 2”, tuturnya.
Kami para crew Emvee Magazine
memutuskan untuk menelusuri kawasan hutan dengan menggunakana mobil yang
menghubungkan ke Danau Buyan 2 tersebut. Kurang lebih sekitar pukul 17.05 WITA,
kami mulai memasuki kawasan ini. Pertama kali memasuki pintu masuk hutan,
suasana memang sudah sangat berbeda, katakanlah walau masih sore hari namun
hutan tersebut sudah agak sedikit gelap terlihat. Mungkin karena tertutup oleh pepohonan
yang menjulang tinggi, sehingga sinar matahari sulit untuk menembusnya. Suasana
yang kami rasakan juga sangat berbeda, terkesan lebih seram dan panoramanya pun
angker terasa. Jalan-jalan yang kami lalui memang cukup terjal, kami harus
memasuki lorong-lorong hutan dengan sangat hati-hati karena banyak jalan yang
akan membuat kami bingung. Di sana juga kami dapati dua buah pura untuk
persembahyangan. Tak lupa jika bertemu dengan pura tersebut, kami sempatkan
untuk sembahyang.
Kami tetap menelusuri hutan
tersebut, agar bisa menemukan Danau Buyan 2 yang katanya angker itu. Kami juga
tak lupa untuk memotret dan berfoto agar dapat diabadikan. Jam telah berganti,
tidak terasa senja hampir memudar. Suasana di dalam hutan semakin menggelap dan
tidak ada penerangan lampu jalan di dalamnya. Kami terus berusaha menemukan
danau tersebut namun tak juga ditemukan. Hingga pada akhirnya kami tersasar dan
terjebak dalam jalan buntu di hutan itu. Ketua regu memutuskan untuk balik arah
dan di saat kami berbalik arah, hampir juga tersesat. Namun, kami tetap
berfikir tenang dan sempatkan turun untuk melihat keadaan sekitar. Akhirnya
jalan ditemukan dan kami dapat keluar dari rimbunan hutan angker tersebut.
Jujur, kami agak sedikit kecewa karena tidak menemukan danau tersebut, namun
apa daya sepertinya para makhluk astral penguasa hutan tidak berkenan jika kami
melakukan perjalanan lagi. Walau jarak antara Danau Buyan 1 ke Danau Buyan 2 hanya
berjarak 2 kilometer saja.
Sesampainya di Danau Buyan 1,
kami putuskan untuk memilih lokasi yang nyaman untuk bertenda. Kami memilih
membuat tenda di pinggir danau. Setelah berhasil dipasang, kami nyalakan
sebongkah api unggun. Suasana menjadi sangat hangat. Beberapa pengunjung pun
ikut menggelar tenda namun dengan jarak yang berjauhan dengan tenda kami.
Mereka bernyanyi dengan menggunakan gitar yang mereka bawa. Sungguh menambah
suasana menjadi meriah. Namun, sekitar pukul 20.25 WITA, saya mengalami
kejadian yang cukup misterius. Di saat para crew sedang asyik membakar kayu
bakar, saya duduk dikursi depan di dalam mobil seorang diri. Walau keadaan
pintu mobil dibiarkan terbuka dan saya menyetel lagu-lagu di dalam tape mobil, anehnya
suasana seketika merinding. Atmosfer yang saya rasakan sangat berbeda dari
sebelumnya. Saya berusaha untuk menetralisir kegundahan saya. Namun, bulu kuduk
saya semakin merinding ketika saya menoleh ke belakang mobil dan mendapati sesosok
pocong yang sedang duduk di kursi tengah mobil. Saya tidak dapat berkata
apa-apa. Tidak bisa berteriak, tidak bisa menjerit, hanya membisu seribu bahasa.
Hal yang saya alami pun, untuk sementara tidak saya ceritakan dulu pada crew.
Malam demi malam, kami lalui. Namun, pada kenyataan malam
pun semakin dingin. Kayu bakar yang kami beli dari seorang ibu penjual kayu
bakar akhirnya semakin habis. Sayangnya, kami membeli kayu bakar tidak terlalu
banyak, hanya dua bongkah kayu bakar saja yang kami beli. Jam demi jam berlalu,
dan suasana malam semakin dingin, suhu di sana semakin dingin terasa bagaikan
sebongkah es di kutub selatan. Karena malam telah larut, kami putuskan untuk
tidur. Saya melihat jam telah menunjukan pukul 23.30 WITA. Namun, mata belum
dapat terpejam. Kejadian melihat sosok pocong beberapa jam lalu di dalam mobil
masih teringang di benak saya.
Beberapa crew yang lain sudah ada yang tertidur walau
tidak senyeyak tidur di rumah mereka masing-masing, namun mereka tetap berusaha
untuk memejamkan mata. Saya hanya mendengarkan musik dan menonton video MOTOGP
di dalam tablet android yang saya bawa, akan tetapi suara dari tablet saya
membuat para crew yang lain menjadi terusik sehingga saya putuskan untuk
mematikan tablet saya. Saya paksakan untuk tidur, namun suara-suara seperti lolongan
anjing dari kejauhan dan suara kelelawar yang berterbangan ditambah lagi suara
burung hantu yang mengerikan cukup menganggu tidur saya. Sempat pula dibuat
merinding karena nuansa horror namun pada akhirnya saya dapat tertidur juga.
Tidak terasa fajar pun mulai
menyapa dunia. Akhirnya pagi menjelang. Dalam hati, saya pun dapat bernapas
lega karena telah melalui atmosfer malam yang cukup mencekam. Sebelum pulang,
kita sempatkan untuk berfoto dan memotret suasana pagi yang indah di Danau
Buyan. Kami sangat terpukau akan keindahan danau bagaikan lukisan alam tanpa
batas. Walau pagi masih terasa dingin, kami masih tetap antusias untuk tetap
memotret dan mengabadikan seluruh keindahan alam yang tersaji di danau
tersebut. Secangkir kopi hangat yang kami beli di sekitar warung makan kawasan
danau dapat menambah enerji pada tubuh kami. Tepat pukul 09.00 WITA, akhirnya
kami putuskan untuk berpisah dan meninggalkan sejuta keindahan di danau ini.
Sungguh bercamping ria kali ini adalah pengalaman yang tidak akan pernah
terlupakan. (Athalia)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar